Media dan Imajinasi



Anaya Rahma- Napoleon pernah berkata “pena lebih berbahaya dari peluru”. Kisah pers yang meraih kuasa telah menjadi cerita sendiri dalam sejarah dunia. Masih ingat bagaimana pers dapat menunjukkan kekuatannya untuk mempengaruhi pandangan masyarakat Amerika terhadap perang Vietnam? 
Sebelum perang Vietnam, masyarakat Amerika adalah masyarakat anti perang. Sulit mengajak mereka mendukung program perang di luar negeri. Untuk itu diperlukan pengaturan ulang untuk menumbuhkan semangat  bahwa menghujani Vietnam Selatan dengan bom adalah tindakan yang terhormat dan benar[1]
Media menumbuhkan persepsi bahwa tindakan tersebut adalah untuk mempertahankan Vietnam Selatan dari para perusak perdamaian dunia. Upaya ini berhasil. Bahkan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh University of Massachusettes, masyarakat Amerika berpendapat jumlah korban selama perang Vietnam kepada masyarakat Amerika hanyalah sekitar 100.000 jiwa. Padahal dalam jumlah resmi disebutkan kurang lebih dua juta jiwa. Sedangkan jumlah aktual sekitar tiga sampai empat juta jiwa. Kemampuan membentuk opini seperti inilah yang saya sebut “ sama bahayanya bahkan lebih berbahaya daripada peluru”.
Tugas terpenting pers adalah menghidupkan imajinasi publik bahwa mereka diwakili oleh pers.  Persepsi pers adalah wakil rakyat kecil. Pers adalah telinga, mata, bahkan senjata untuk mengontrol agar pihak yang berkuasa  tidak memerintah dengan tirani. Tidak hanya itu, bahkan agar suatu media “laris” di pasaran, harapan publik tersebut diangkat, dipublikasikan, bisa jadi dilebih-lebihkan. Ketika tujuan mereka tercapai, pada saat itu pula kekuasaan melekat pada pers.




[1] Noam Chomsky, Politik Kuasa Media. Diterjemahkan dari The Spectacular Achievements of Propaganda. Cet.II. Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2006, hal.39
Share on Google Plus

About Unknown

Website ini didedikasikan untuk media belajar tentang keadilan hukum.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment