Networking: Catatan Seorang Introvert

 

Hikmah GIG on Green

Saya seorang pengacara. Pekerjaan menuntut saya untuk terus membangun jaringan profesional agar bisa mendapatkan klien. Tapi sejujurnya, saya adalah seorang introvert. Bertemu orang baru, datang ke acara-acara, dan "mencari lemparan kasus" sering terasa berat. Saya hanya menjadi resah dengan pertanyaan-pertanyaan basa-basi tentang bagaimana pencapaian hidup. Rasanya menyiksa, dan saya bukan orang yang pandai akan itu. Terlebih di masa sekarang, ketika semua orang juga sedang berjuang, mengandalkan bantuan orang lain pun tak selalu mudah.

saya mencoba mengubah perspektif saya.

Alih-alih networking untuk sekadar mencari peluang, saya mulai bertanya: bagaimana jika saya menawarkan kolaborasi? Bukan meminta, tapi berbagi. Bukan menunggu, tapi mengajak. Bagaimana jika itu adalah ajang saya belajar dari pengalaman orang lain.
Ternyata… itu berhasil.


Untuk memulainya, saya bertekad untuk menjadi pendengar yang baik. Minggu lalu saya mendapatkan undangan Gig on the Green 2025 di Jakarta 27 September 2025. Event yang mengumpulkan para alumni yang pernah mendapatkan beasiswa atau belajar di berbagai universitas di Australia. Sambil menunggu Kunto Aji tampil bernyanyi, saya menyempatkan diri mendatangi teman-teman untuk bernostalgia—namun yang lebih penting, untuk benar-benar mendengarkan cerita mereka dan belajar dari pengalaman yang mereka bagi. Saya ingin tahu kisah-kisah di balik profesi, perjuangan, dan ide-ide mereka. Ternyata, dari situ banyak kemungkinan muncul. Saya mulai membayangkan bentuk-bentuk kolaborasi: dari seni, proyek sosial, hingga riset.

Dan benar, ada saja peluang untuk berbagai kolaborasi. Munculnya kadang-kadang spontan saja, sering kali tak terduga. Misalnya, saya bertemu dengan seorang teman bernama Desi yang bekerja di Women's World Banking. Ia sedang mengembangkan berbagai kebijakan agar perempuan dapat lebih mudah mengakses produk perbankan. Ternyata, dia memiliki kemampuan yang sangat baik dalam menyusun proposal, sementara saya sendiri sedang belajar membuat proposal pendanaan untuk berbagai organisasi internasional. Kebetulan, saya juga terlibat dalam organisasi SUAKA, yang banyak bekerja dengan perempuan sebagai stakeholder utamanya. Semoga ke depannya terbuka peluang untuk kami berkolaborasi. Dari beliau juga saya belajar, ternyata potensi funding dari berbagai lowongan yang tersebar di luar negeri, terutama negara-negara maju juga dapat diakses oleh NGO-NGO lokal. Plus tips lain dari beliau bahwa berjalan 20.000 langkah per hari itu mungkin. 



Ada juga obrolan dengan Mba Tities, seorang peneliti BRIN yang sedang mencari dana riset. Saya baru tahu bahwa kolaborasi dengan BRIN dapat dilakukan mulai dengan pendekatan ke setiap individu peneliti BRIN. Terbuka pula kolaborasi riset bersama. Dari sana, saya sadar bahwa networking bukan hanya tentang bisnis atau proyek pribadi, tapi juga tentang tukar pikiran, berbagi sumber daya, dan tumbuh bersama.

Perspektif saya bergeser. Event-event networking bukan lagi ajang untuk memamerkan pencapaian. Tapi tentang menjadi bagian dari ekosistem, hadir sebagai pendengar, dan berbagi ruang untuk kolaborasi. Ternyata, dengan mulai hadir di sertai niat tulus, jaringan itu terbentuk dengan sendirinya.

Dan mungkin, itulah makna networking yang sebenarnya: bukan soal berlomba pada siapa  dan banyaknya kenalan kita tapi tentang saling belajar, menginspirasi dan berkolaborasi. 





Share on Google Plus

About IMAN AMAL SABAR TAWAKAL

Website ini didedikasikan untuk media belajar tentang keadilan hukum.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment